Kamis, 21 Januari 2016

PERANAN KEPALA MADRASAH DALAM MENINGKATKAN MUTU MANAJEMEN MADRASAH

A.    PENDAHULUAN
Pendidikan Madrasah merupakan salah satu lembaga pendidikan tertua di indonesia. Ia telah ada sebelum zaman kemerdekaan dan sudah berkiprah sejak tahun 1909 (Dhumhur dan Danasuparta: 1981), kemudian pada tahun 1931 Madrasah mulai mengalami perubahan besar dengan memasukkan pengetahuan umum ke dalam kurikulumnya. Namun seiring berjalannya waktu, kenyataannya masih banyak masyarakat yang menganggap sebelah mata terhadap pendidikan Madrasah dan menjadikannya The Second Choice. Hal ini merupakan tantangan tersendiri bagi para Pengelola Madrasah untuk terus meningkatkan dan mengoptimalkan mutu dan manajemen Madrasah yang sesuai dengan tujuan pendidikan Nasional. Pengelolaan dan peningkatan mutu manajemen merupakan hal yang krusial untuk memujudkan madrasah yang dapat bersaing di era global seperti saat ini. Madrasah harus mampu mengakomodir kebutuhan dan tuntutan masyarakat sesuai dengan perkembangan zaman yang serba begitu cepat berubah serta menunjukkan eksistensinya sebagai lembaga pendidikan yang mampu bersaing di era global yang akan banyak diminati oleh pengguna lembaga pendidikan karena mampu merespon tuntutan dan kebutuhan masyarakat secara luas. Pendidikan menjadi kebutuhan dasar (basic need) bagi setiap warga negara. Hanya dengan pendidikan yang baik, setiap orang akan mengetahui hak dan tanggung jawabnya sebagai individu, anggota masyarakat dan sebagai makhluk Tuhan (Syafaruddin: 2010)
Oleh karena itu, Madrasah yang merupakan salah satu lembaga pendidkan berciri khas Islam, harus segera berbenah diri untuk menjadi lembaga pendidikan yang unggul, berprestasi dan dapat diandalkan dalam ikut serta membangun dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta mampu bersaing dalam prestasi baik dalam kancah nasional maupun internasional. Manajemen madrasah yang merupakan sistem penggerak harus segera dibenahi dan ditinggkatkan guna mewujudkan cita cita pendidikan nasional yang berciri khas Islam.
Seiring dengan perkembangan zaman, madrasah harus berhadapan dengan tuntutan baru terutama menyangkut pemberlakuan Peraturan Pemerintah  Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum NKRI, yang terdiri atas delapan standar yaitu: (1) Standar Isi (2) Standar Proses (3) Standar Kompetensi Lulusan (4) Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan (5) Standar Sarana dan Prasarana (6) Standar Pengelolaan Pembiyaan dan (8) Standar Penilaian Pendidikan. Dengan demikian, setiap madrasah dituntut untuk menyusun, melaksanakan serta memonitor dan mengevaluasi rencana pengembangan guna memenuhi standar tersebut dan berusaha meningkatkan kwalitasnya ke standar yang lebih tinggi. 

B.     KEPALA MADRASAH
Madrasah sebagai salah satu pendidikan nonprofit tidak terlepas dari stakeholder yang bisa membawanya ke arah yang lebih maju, ada banyak stakeholder salah satunya adalah Kepala Madrasah yang merupakan stakeholder potensial yang akan menakodai kearah mana kapal bahtera akan berlayar dan berlabuh. Kepala Madrasah sebagai seorang pemimpin harus mampu memberikan pengaruh kepada orang lain dan harus mampu mentransformasi keluar dari budaya yang ada, menuju suatu budaya baru yang lebih baik (Muhaimin dkk :2011).
Peraturan Menteri Agama (PMA) No 29 Tahun 2014 menegaskan bahwa Kepala Madrasah adalah guru yang diberi tugas tambahan untuk memimpin penyelenggaraan pendidikan pada madrasah. Sementara itu Firdaus (2013) menyatakan bahwa Kepala Madrasah adalah seorang guru (jabatan fungsional) yang diangkat untuk menduduki jabatan struktural (kepala sekolah/Madrasah) di sekolah. Lebih lanjut Wahjosumijdo (2002) mendefinisikan kepala madrasah sebagai seorang tenaga fungsional guru yang diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan proses belajar mengajar, atau tempat dimana terjadi interaksi antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran. Dengan demikian kepala madrasah adalah seorang guru yang diberi tugas tambahan sebagai Kepala madrasah yang wajib mengajar dan bertanggung jawab terhadap proses kegiatan yang ada di madarasah dengan melakukan perencaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi pengelolaan program madrasah sesuai dengan visi misi madrasah.
Kepala Madrasah merupakan salah satu komponen terpenting dalam menjalankan satuan pendidikan. Oleh karena itu, kepala madrasah harus menjalakan peranannya dengan baik. Dalam menjalankan peranannya sebagai kepala madrasah, ia mempunyai  tiga peranan yang harus diemban oleh seorang kepala madrasah seperti yang dikutip oleh Firdaus (2013) dalam Campbell, Corbally dan Nyshand (1983)  yaitu:
1.      Peranan yang berkaitan dengan hubungan personal, mencakup kepala madrasah sebagai figure head atau simbol organisasi, leader atau pemimpin dan liaison atau penghubung.
2.      Peranan yang berhubungan dengan informasi, mencakup kepala madrasah sebagai pemonitor, disseminator dan spokesman yang menyebarkan informasi ke semua lingkungan organisasi.
3.      Peranan yang berhubungan dengan pengambilan keputusan, yang mencakup kepala madrasah sebagai entrepreneur, disturbance handler, penyedia segala sumber dan negosiator.

Sementara itu, Stoop dan Johnson (1967) dikutip oleh Firdaus (2013) mengemukakan empat belas peranan kepala madrasah, antara lain yaitu: (1) Kepala Madrasah sebagai Business Manager, (2) Kepala Madrasah sebagai Pengelola Kantor, (3) Kepala Madrasah sebagai Administrator, (4) Kepala Madrasah sebagai Pemimpin Professional, (5) Kepala Madrasah sebagai Organisator, (6) Kepala Madrasah sebagai Motivator dan Penggerak Staff, (7) Kepala Madrasah sebagai Supervisor, (8) Kepala Madrasah sebagai Konsultan Kurikulum, (9) Kepala Madrasah sebagai Pendidik, (10) Kepala Madrasah sebagai Psikolog, (11) Kepala Madrasah sebagai Penguasa Sekolah, (12) Kepala Madrasah sebagai Eksekutif Yang Baik, dan (13) Kepala Madrasah sebagai Petugas Hubungan Sekolah dan Masyarakat.
Kepala madrasah pada hakekatnya adalah pengelola, pembuat dan penentu kebijakan madrasah dengan cara merencanakan, melaksanakan, memonitor dan mengevaluasi program pengembangan (Firdaus: 2013). Dengan kemampuannya sebagai seorang pemimpin, ia harus mampu mencitakan iklim dan kultur yang baik dan kondusif yang dapat menggerakkan, memotivasi dan mempengaruhi komponen sekolah untuk bersama-sama bersinergi meningkatkan mutu madrasah melalui manajemen yang baik dan handal sesuai dengan atau lebih dengan Standar Isi (SI), Standar Kompetensi Lulusan (SKL), Standar Proses, Standar Pengelolaan, Standar Pendidik dan Kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Penilaian serta Standar Biaya.      
Ada beberapa tingkatan dalam kepemiminan seperti yang dikutip Muhaimin dkk (2009) dari Maxwell bahwa ada 5 tahap kepemimpinan yang meliputi: (1) Level 1, Pemimpin karena surat keputusan (SK), (2) Level 2, Pemimpin yang memimpin karena kecintaanya, pemimpin pada level ini sudah memimpin orang bukan pekerjaan; (3) Level 3, Pemimpin yang berorientasi pada hasil, pada pemimpin level ini prestasi kerja adalah sangat penting; (4) Level 4, pada tingkat ini pemimpin berusaha menumbuhkan pribadi-pribadi dalam organisasi untuk menjadi pemimpin; dan (5) Level 5, yaitu pemimpin yang memiliki daya tarik yang luar biasa. Pada pemimpin level ini orang-orang ingin mengikutinya bukan karena apa yang telah diberikan pemimpin secara personal atau manfaatnya, tetapi karena nilai-nilai dan simbol-simbol yang melekat pada diri orang tersebut. Lebih lanjut muhaimin dkk (2009) mengutip Kasali (2005) menyatakan bahwa agar Kepala Sekolah mampu bergerak dari pemimpin level 1 menuju pemimpin level di atasnya sampai ke level 5, maka dibutuhkan 4 unsur yaitu:
1.      Visi (vision).
Untuk dapat memiliki visi yang baik, seorang kepala Madrasah harus memiliki pikiran terbuka, agar ia mampu menerima berbagai hal baru yang mungkin selama ini bertentangan dengan apa yang diyakininya, sehingga pengalaman tersebut akan memperkaya perspektif kepala madrasah tersebut terhadap sesuatu.
2.      Keberanian (courage).
Kepala madrasah yang mencintai pekerjaannya akan memiliki keberanian yang tinggi, karena dengan kecintaan terhadap pekerjaannya tersebut berarti ia mengerjakannya dengan hati. Dengan keberanian, pemimpin akan dengan sukarela mengambil inisiatif untuk mencari terobosan-terobosan baru yang kadang penuh dengan resiko.
3.      Realita (Reality).
Yaitu kemampuan untuk bekerja dalam alam realistis. Kepala madrasah harus mampu membedakan mana yang opini dan mana yang fakta. Ia harus mampu hidup dengan kenyataan yang ada. Jika kondisi madrasah masih belum memiliki sumber daya yang cukup, maka ia harus mampu menggunakan fasilitas yang ada dengan terus berupaya memenuhi sumber daya tersebut.
4.      Etika (ethics).
Kepala Madrasah harus mampu menjadi pemimpin yang tidak sekedar pemimpin legalitas, tetapi juga ia harus memiliki kepedulian dan sensitivitas yang tinggi terhadap manusia. Ia harus bekerja dengan berdasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan yang luhur, menanamkannya serta memberi sanksi bagi siapa saja yang melanggarnya. Pengimplementasian nilai-nilai di tempat kerja tidak hanya meningkatkan produktivitas saja tetapi juga untuk memperkuat esensi madrasah sebagai lembaga sosial yang mengemban misi mencerdaskan dan mencerahkan masyarakat.

C.    PERANAN KEPALA MADARASAH DALAM MENINGKATKAN MUTU MANAJEMEN MADRASAH
Berbicara tentang dunia pendidikan, maka akan selalu berkaitan dengan sistem input, proses, output dan outcome yang itu semua berkaitan erat dengan manajemen madrasah yang tentu didalamnya terdapat kepala madrasah, guru, peserta didik dan sumber daya manusia lainnya (Fattah: 2001).
Demikian juga dengan mutu yang dapat ditingkatkan dalam pendidikan adalah meliputi input, proses, output pendidikan. Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses. Sesuatu yang dimaksud, berupa sumber daya dan perangkat lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi berlangsungnya proses. Input sumber daya meliputi: sumber daya manusia (kepala sekolah, guru, konselor, karyawan, dan peserta didik) dan sumber daya lainnya (peralatan, perlengkapan, uang, dan sebagainya). Input perangkat meliputi: struktur organisasi sekolah, peraturan perundang-undangan, deskripsi tugas, rencana atau program, dan sebagainya.
Input harapan-harapan berupa: visi, misi, tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh sekolah. Kesiapan input sangat diperlukan agar proses dapat berlangsung dengan baik. Dengan kata lain, input merupakan prasarat bagi berlangsungnya proses. Oleh karena itu, tinggi rendahnya mutu input dapat diukur dari tingkat kesiapan input. Makin tinggi kesiapan input, makin tinggi mutu input tersebut.
Proses pendidikan adalah mengubah sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan berskala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses pengambilan keputusan, proses pengelolalaan kelembagaan, proses pengelolaan program, proses belajar mengajar, dan proses monitoring dan evaluasi.
Dalam hal ini peranan kepala madrasah sebagai komponen yang sangat krusial dalam sebuah satuan pendidikan sangat menentukan terhadap keberhasilan dan keberlangsungan madrasah yang dikelolanya dan mutu manajemen madarsah ada di tangannya. Kepala madrasah sebagai figurehead harus menjadikannya uswah hasanah bagi para anggota organisasi dalam hal ini semua komponen yang ada di satuan pendidikan seperti para guru, tenaga kependidikan, siswa, orang tua dan masyarakat.
Di indonesia perihal penjaminan mutu diatur oleh peraturan Pemerintah No.19/2005, pasal 91 yaitu: (1) setiap satuan pendidikan pada jalur formal dan nonformal wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan. (2) penjaminan mutu dimaksud pada ayat 1 bertujuan untuk memenuhi atau melampaui standar Nasional pendidikan. (3) penjaminan mutu pendidikan dilakukan secara bertahap, sistematis dan terencana dalam suatu program penjaminan mutu yang memiliki target dan kerangka waktu yang jelas.
Peningkatan mutu manajemen madrasah bisa dilakukan manakala kepala madrasah mampu mengubah diri dengan cepat dan mampu berkembang seiring dengan berbagai tuntutan para stakeholder (Muhaimin dkk:2011). Oleh karenanya kepala madrasah harus mengetahui berbagai harapan dan kebutuhan stakeholder. Stakeholder pendidikan seperti otang tua, masyarakat, pemerintah, dan dunia industri memiliki persepsi yang berbeda tentang mutu. Perbedaan persepsi ini berimplikasi bagi sekolah atau institusi pendidikan akan perlunya menetapkan standar mutu sebagai acuan dalam mencapai mutu pendidikan (Fattah: 2012). Pemerintah dalam hal ini telah memberikan regulasi kepada lembaga pendidikan untuk selalu menyertakan stakeholder dalam seluruh kegiatan melalui apa yang disebut dengan Komite Madrasah.
Kepala madrasah harus selalu mampu mengidentifikasi kebutuhan stakeholder nya, namun demikian kepala madrasah terlebih dahulu harus mampu mengidentifikasi siapa-siapa saja yang menjadi stakeholder nya bahkan lebih jauh menentukan stakeholder yang potensial. Hal ini dikarenakan tidak semua organisasi dalam hal ini madrasah memiliki produk/layanan yang dapat atau cocok diperuntukkan bagi semua orang. Oleh karena itu, setiap madrasah dalam hal ini kepala madrasah harus mengetahui sasaran utama dari produk/layanan yang diberikannya.
Setelah menentukan stakeholder yang potensial, kepala madrasah menganalisis harapan dan kebutuhan stakeholder. Dari hasil analisis tersebut kemudian dijadikan sebagai bahan utama dalam penyusunan dan pembuatan visi dan misi madarasah. Dalam penyusunan visi dan misi madrasah perlu juga memerhatikan berbagai hal yang berkaitan dengan kondisi mikro dan makro lembaga. Untuk itulah perlu melakukan analisis untuk mengetahui berbagai tantangan dan peluang dari lembaga pendidikan yang terjadi di masa-masa yang akan datang dengan menggunakan metode analisis SWOT (strenghts, weaknesses, opportunities and threats). hasil analisis tersebut digunakan untuk mengembangkan visi dan misi marasah. Kebijakan tentang apa yang dilakukan lembaga pada misi dan misi masih sangat global, sehingga sulit untuk dioperasionalkan dalam kegiatan madrasah sehari-hari. Karena rumusan misi dapat diinterpretasikan berbeda-beda oleh berbagai komponen sekolah, maka madrasah perlu membuat tujuan strategis.
Tujuan strategis merupakan upaya madrasah untuk menata berbagai prioritas yang harus dikerjakan dalam mencapai visi yang telah dicanangkan. Dengan ditatanya berbagai prioritas tersebut akan memudahkan seluruh komponen organisasi madrasah dalam mengimplementasikannya pada kegiatan sehari-hari. Setelah ditentukan tujuan strategis, kemudian madrasah dalam hal ini kepala madrasah dituntut untuk memformulasikan strategi lembaga untuk mencapai tujuan tersebut. Tujuan strategis berkaitan dengan pertanyaan hal-hal apa saja yang harus dikerjakan oleh madrasah untuk mencapai visinya termasuk prioritas (urutan) yang harus dikerjakan. Sedangkan strategi lembaga adalah kaitannya dengan bagaimana upaya lembaga dalam mengerjakan berbagai prioritas tersebut.
Berdasarkan pada formulasi strategi lembaga yang dikembangkan oleh madrasah, kemudian madarsah mulai memiliki gambaran yang lebih jelas tentang apa yang akan dikerjakan dalam upaya mencapai visi lembaga. Maka perlu dibuat suatu rencana menyeluruh pada masing-masing bidang di madrasah. Rencana yang dikembangkan kemudian dijadikan dalam program kerja dan aktivitas-aktivitas pelaksanaan pada masing-masing unit/bagian. Dengan adanya program kerja, maka jadwal kegiatan setiap unit/bagian akan dapat diketahui, termasuk anggaran yang dibutuhkan untuk menyelesaikan program-program tersebut. Untuk itulah sebabnya perlu disertakan berbagai sasaran yang ingin dicapa oleh masing-masing unit/bagian dengan terlaksananya program tersebut. Kemudian agar semua orang sepakat dengan ukuran keberhasilan yang dicapai oleh suatu program, maka harus disepakati teknik analisis yang digunakan untuk menganalisis keberhasilan program tersebut.
Keseluruhan tahapan teknis perencanaan manajemen di madrasah dapat berjalan di tempat atau bahkan tidak berjalan sama sekali jika berbagai kondisi penting dala lembaga belum terbentuk dengan baik. Kondisi tersebut meliputi: (1) kepemimpinan madrasah, dan (2) budaya madrasah. Dengan kepemimpinan dan budaya yang baik, maka pemimpin dapat mengelola perubahan yang akan dialaminya dan resiko yang akan ditanggung sebagai akibat dari perubahan tersebut. Dan pengelolaan tersebut harus sejalan dengan apa yang telah ditetapkan oleh pemerintah melalui PP. No 19 Tahun 2003 tentang Standar Nasional Pendidikan yang meliputi: (1) standar isi (2) Standar Proses (3) standar kompetensi lulusan (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan (5) standar sarana dan prasarana (6) standar pengelolaan pembiyaan dan (8) standar penilaian pendidikan
Di sinilah peranan penting seorang kepala madrasah sebagai seorang manajer, dan administrator dibutuhkan untuk memastikan bahwa seluruh tahapan dan rencana yang sudah dicanangkan dapat terwujud, sehingga tujuan dan sasaran lembaga pendidikan tersebut dapat tercapai dengan baik, karena inti dari kegiatan manajemen pendidikan di madrasah adalah pembuatan keputusan untuk meningkatkan mutu kinerja Madrasah (Danim: 2008)

D.    KESIMPULAN
Di tengah tantangan zaman yang begitu cepat dengan era globalisasi, dimana setiap insan dituntut untuk menguasai IMTAQ dan IPTEK di segala bidang, Madrasah yang merupakan salah satu lembaga pendidikan tertua di Indonesia, harus mampu berkiprah dan berperan penuh dalam meningkatkan kwalitas pendidikan di Indonesia khususnya di sekolah-sekolah yang berciri khas Islam. Madrasah harus terus berbenah diri dengan terus meningkatkan mutu manajemen madrasah di berbagai bidang. Manajemen yang baik mutlak diperlukan guna meningkatkan mutu/kwalitas pendidikan yang ada madrasah.
Salah satu komponen terpenting yang ada di madrasah adalah Kepala Madrasah yang mempunyai posisi strategis dalam peningkatan mutu manajemen madrasah. Kepala madrasah harus mampu memberdayakan dirinya sesuai dengan tugas dan pokok (tupoksi) nya sebagai kepala madrasah yang mempunyai peranan yang krusial. Sehingga target dan sasaran bisa tercapai sesuai dengan apa yang diingin oleh stakeholder dan masyarakat khususnya dan pemerintah pada umumnya.
Kepala madrasah mempunyai otoritas penuh dalam pengelolaan madrasah, maka ia harus mampu mengelola pendidikan yang ada dengan sebaik-baiknya yang didasarkan atas peruraturan pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 tentang Standar Nasional Pendidikan yang meliputi: (1) standar isi (2) Standar Proses (3) standar kompetensi lulusan (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan (5) standar sarana dan prasarana (6) standar pengelolaan pembiyaan dan (8) standar penilaian pendidikan.


DAFTAR PUSTAKA

Danim, Sudarwan. (2008). Visi Baru Manajemen Sekolah: dari unit birokrasi ke lembaga akademik. Jakarta: Bumi Aksara.

Djumhur dan Danasuparta. (1981). Sejarah pendidikan. Bandung: CV. Ilmu.

Fattah, Nanang. (2001). Landasan manajemen Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Fattah, Nanang. (2012). Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Firdaus, Erwin. (2013). Menjadi Kepala Sekolah Berprestasi: Buku Panduan Praktis bagi Calon dan Kepala Sekolah. Bandung: Planet Edukasi.

Muhaimin dkk. (2011). Manajemen Pendidikan: Aplikasi dalam penyusunan rencana pengembangan sekolah/madrasah. Jakarta: Kencana Prenada Group.

Nata, Abudin. (2010). Manajemen Pendidikan: mengatasi kelemahan pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Group.

Syafarudin. (2010). Kepemimpinan Pendidikan: Akuntabilitas Pimpinan Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah. Jakarta: Ciputat Press.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

JUKNIS PPDB MADRASAH TAHUN PELAJARAN 2024-2025

 Berikut adalah juknis PPDB Madrasah tahun pelajaran 2024-2025 di link berikut ini: Juknis PPDB Madrasah 20224-2025 semoga bermanfaat