A. PENDAHULUAN
Pendidikan Madrasah merupakan salah satu lembaga pendidikan
tertua di indonesia. Ia telah ada sebelum zaman kemerdekaan dan sudah berkiprah
sejak tahun 1909 (Dhumhur dan Danasuparta: 1981), kemudian pada tahun 1931
Madrasah mulai mengalami perubahan besar dengan memasukkan pengetahuan umum ke
dalam kurikulumnya. Namun seiring berjalannya waktu, kenyataannya masih banyak
masyarakat yang menganggap sebelah mata terhadap pendidikan Madrasah dan
menjadikannya The Second Choice. Hal ini merupakan tantangan tersendiri
bagi para Pengelola Madrasah untuk terus meningkatkan dan mengoptimalkan mutu
dan manajemen Madrasah yang sesuai dengan tujuan pendidikan Nasional. Pengelolaan
dan peningkatan mutu manajemen merupakan hal yang krusial untuk
memujudkan madrasah yang dapat bersaing di era global seperti saat ini.
Madrasah harus mampu mengakomodir kebutuhan dan tuntutan masyarakat sesuai
dengan perkembangan zaman yang serba begitu cepat berubah serta menunjukkan
eksistensinya sebagai lembaga pendidikan yang mampu bersaing di era
global yang akan banyak diminati oleh pengguna lembaga pendidikan karena mampu
merespon tuntutan dan kebutuhan masyarakat secara luas. Pendidikan menjadi
kebutuhan dasar (basic need) bagi setiap warga negara. Hanya dengan
pendidikan yang baik, setiap orang akan mengetahui hak dan tanggung jawabnya
sebagai individu, anggota masyarakat dan sebagai makhluk Tuhan (Syafaruddin:
2010)
Oleh karena itu, Madrasah yang merupakan salah satu
lembaga pendidkan berciri khas Islam, harus segera berbenah diri untuk menjadi
lembaga pendidikan yang unggul, berprestasi dan dapat diandalkan dalam ikut
serta membangun dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta mampu bersaing dalam
prestasi baik dalam kancah nasional maupun internasional. Manajemen madrasah
yang merupakan sistem penggerak harus segera dibenahi dan ditinggkatkan guna
mewujudkan cita cita pendidikan nasional yang berciri khas Islam.
Seiring dengan perkembangan zaman, madrasah harus
berhadapan dengan tuntutan baru terutama menyangkut pemberlakuan Peraturan
Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan. Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria
minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum NKRI, yang terdiri
atas delapan standar yaitu: (1) Standar Isi (2) Standar Proses (3) Standar
Kompetensi Lulusan (4) Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan (5) Standar
Sarana dan Prasarana (6) Standar Pengelolaan Pembiyaan dan (8) Standar
Penilaian Pendidikan. Dengan demikian, setiap madrasah dituntut untuk menyusun,
melaksanakan serta memonitor dan mengevaluasi rencana pengembangan guna memenuhi
standar tersebut dan berusaha meningkatkan kwalitasnya ke standar yang lebih
tinggi.
B. KEPALA MADRASAH
Madrasah
sebagai salah satu pendidikan nonprofit tidak terlepas dari stakeholder
yang bisa membawanya ke arah yang lebih maju, ada banyak stakeholder salah
satunya adalah Kepala Madrasah yang merupakan stakeholder potensial yang
akan menakodai kearah mana kapal bahtera akan berlayar dan berlabuh. Kepala
Madrasah sebagai seorang pemimpin harus mampu memberikan pengaruh kepada orang
lain dan harus mampu mentransformasi keluar dari budaya yang ada, menuju suatu
budaya baru yang lebih baik (Muhaimin dkk :2011).
Peraturan
Menteri Agama (PMA) No 29 Tahun 2014 menegaskan bahwa Kepala Madrasah adalah
guru yang diberi tugas tambahan untuk memimpin penyelenggaraan pendidikan pada
madrasah. Sementara itu Firdaus (2013) menyatakan bahwa Kepala Madrasah adalah seorang
guru (jabatan fungsional) yang diangkat untuk menduduki jabatan struktural
(kepala sekolah/Madrasah) di sekolah. Lebih lanjut Wahjosumijdo (2002)
mendefinisikan kepala madrasah sebagai seorang tenaga fungsional guru yang
diberi tugas untuk memimpin suatu sekolah dimana diselenggarakan proses belajar
mengajar, atau tempat dimana terjadi interaksi antara guru yang memberi
pelajaran dan murid yang menerima pelajaran. Dengan demikian kepala madrasah
adalah seorang guru yang diberi tugas tambahan sebagai Kepala madrasah yang
wajib mengajar dan bertanggung jawab terhadap proses kegiatan yang ada di
madarasah dengan melakukan perencaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi
pengelolaan program madrasah sesuai dengan visi misi madrasah.
Kepala Madrasah
merupakan salah satu komponen terpenting dalam menjalankan satuan pendidikan.
Oleh karena itu, kepala madrasah harus menjalakan peranannya dengan baik. Dalam
menjalankan peranannya sebagai kepala madrasah, ia mempunyai tiga peranan yang harus diemban oleh seorang
kepala madrasah seperti yang dikutip oleh Firdaus (2013) dalam Campbell, Corbally
dan Nyshand (1983) yaitu:
1.
Peranan yang
berkaitan dengan hubungan personal, mencakup kepala madrasah sebagai figure
head atau simbol organisasi, leader atau pemimpin dan liaison
atau penghubung.
2.
Peranan yang
berhubungan dengan informasi, mencakup kepala madrasah sebagai pemonitor, disseminator
dan spokesman yang menyebarkan informasi ke semua lingkungan organisasi.
3.
Peranan yang
berhubungan dengan pengambilan keputusan, yang mencakup kepala madrasah sebagai
entrepreneur, disturbance handler, penyedia segala sumber dan negosiator.
Sementara itu,
Stoop dan Johnson (1967) dikutip oleh Firdaus (2013) mengemukakan empat belas
peranan kepala madrasah, antara lain yaitu: (1) Kepala Madrasah sebagai
Business Manager, (2) Kepala Madrasah sebagai Pengelola Kantor, (3) Kepala
Madrasah sebagai Administrator, (4) Kepala Madrasah sebagai Pemimpin
Professional, (5) Kepala Madrasah sebagai Organisator, (6) Kepala Madrasah
sebagai Motivator dan Penggerak Staff, (7) Kepala Madrasah sebagai Supervisor,
(8) Kepala Madrasah sebagai Konsultan Kurikulum, (9) Kepala Madrasah sebagai
Pendidik, (10) Kepala Madrasah sebagai Psikolog, (11) Kepala Madrasah sebagai
Penguasa Sekolah, (12) Kepala Madrasah sebagai Eksekutif Yang Baik, dan (13)
Kepala Madrasah sebagai Petugas Hubungan Sekolah dan Masyarakat.
Kepala madrasah
pada hakekatnya adalah pengelola, pembuat dan penentu kebijakan madrasah dengan
cara merencanakan, melaksanakan, memonitor dan mengevaluasi program
pengembangan (Firdaus: 2013). Dengan kemampuannya sebagai seorang pemimpin, ia
harus mampu mencitakan iklim dan kultur yang baik dan kondusif yang dapat
menggerakkan, memotivasi dan mempengaruhi komponen sekolah untuk bersama-sama
bersinergi meningkatkan mutu madrasah melalui manajemen yang baik dan handal
sesuai dengan atau lebih dengan Standar Isi (SI), Standar Kompetensi Lulusan
(SKL), Standar Proses, Standar Pengelolaan, Standar Pendidik dan Kependidikan,
Standar Sarana dan Prasarana, Standar Penilaian serta Standar Biaya.
Ada beberapa
tingkatan dalam kepemiminan seperti yang dikutip Muhaimin dkk (2009) dari
Maxwell bahwa ada 5 tahap kepemimpinan yang meliputi: (1) Level 1, Pemimpin
karena surat keputusan (SK), (2) Level 2, Pemimpin yang memimpin karena
kecintaanya, pemimpin pada level ini sudah memimpin orang bukan pekerjaan; (3)
Level 3, Pemimpin yang berorientasi pada hasil, pada pemimpin level ini
prestasi kerja adalah sangat penting; (4) Level 4, pada tingkat ini pemimpin
berusaha menumbuhkan pribadi-pribadi dalam organisasi untuk menjadi pemimpin;
dan (5) Level 5, yaitu pemimpin yang memiliki daya tarik yang luar biasa. Pada
pemimpin level ini orang-orang ingin mengikutinya bukan karena apa yang telah
diberikan pemimpin secara personal atau manfaatnya, tetapi karena nilai-nilai
dan simbol-simbol yang melekat pada diri orang tersebut. Lebih lanjut muhaimin
dkk (2009) mengutip Kasali (2005) menyatakan bahwa agar Kepala Sekolah mampu
bergerak dari pemimpin level 1 menuju pemimpin level di atasnya sampai ke level
5, maka dibutuhkan 4 unsur yaitu:
1.
Visi (vision).
Untuk dapat memiliki visi yang baik,
seorang kepala Madrasah harus memiliki pikiran terbuka, agar ia mampu menerima
berbagai hal baru yang mungkin selama ini bertentangan dengan apa yang
diyakininya, sehingga pengalaman tersebut akan memperkaya perspektif kepala
madrasah tersebut terhadap sesuatu.
2.
Keberanian
(courage).
Kepala madrasah yang mencintai
pekerjaannya akan memiliki keberanian yang tinggi, karena dengan kecintaan
terhadap pekerjaannya tersebut berarti ia mengerjakannya dengan hati. Dengan
keberanian, pemimpin akan dengan sukarela mengambil inisiatif untuk mencari
terobosan-terobosan baru yang kadang penuh dengan resiko.
3.
Realita (Reality).
Yaitu kemampuan untuk bekerja
dalam alam realistis. Kepala madrasah harus mampu membedakan mana yang opini
dan mana yang fakta. Ia harus mampu hidup dengan kenyataan yang ada. Jika
kondisi madrasah masih belum memiliki sumber daya yang cukup, maka ia harus
mampu menggunakan fasilitas yang ada dengan terus berupaya memenuhi sumber daya
tersebut.
4.
Etika (ethics).
Kepala Madrasah harus mampu
menjadi pemimpin yang tidak sekedar pemimpin legalitas, tetapi juga ia harus
memiliki kepedulian dan sensitivitas yang tinggi terhadap manusia. Ia harus
bekerja dengan berdasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan yang luhur,
menanamkannya serta memberi sanksi bagi siapa saja yang melanggarnya.
Pengimplementasian nilai-nilai di tempat kerja tidak hanya meningkatkan
produktivitas saja tetapi juga untuk memperkuat esensi madrasah sebagai lembaga
sosial yang mengemban misi mencerdaskan dan mencerahkan masyarakat.
C. PERANAN KEPALA
MADARASAH DALAM MENINGKATKAN MUTU MANAJEMEN MADRASAH
Berbicara tentang dunia pendidikan, maka akan selalu
berkaitan dengan sistem input, proses, output dan outcome yang itu semua
berkaitan erat dengan manajemen madrasah yang tentu didalamnya terdapat kepala madrasah,
guru, peserta didik dan sumber daya manusia lainnya (Fattah: 2001).
Demikian juga dengan mutu yang dapat ditingkatkan dalam
pendidikan adalah meliputi input, proses, output pendidikan. Input pendidikan
adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk
berlangsungnya proses. Sesuatu yang dimaksud, berupa sumber daya dan perangkat
lunak serta harapan-harapan sebagai pemandu bagi berlangsungnya proses. Input
sumber daya meliputi: sumber daya manusia (kepala sekolah, guru, konselor,
karyawan, dan peserta didik) dan sumber daya lainnya (peralatan, perlengkapan,
uang, dan sebagainya). Input perangkat meliputi: struktur organisasi sekolah,
peraturan perundang-undangan, deskripsi tugas, rencana atau program, dan
sebagainya.
Input harapan-harapan berupa: visi, misi, tujuan-tujuan
yang ingin dicapai oleh sekolah. Kesiapan input sangat diperlukan agar proses
dapat berlangsung dengan baik. Dengan kata lain, input merupakan prasarat bagi
berlangsungnya proses. Oleh karena itu, tinggi rendahnya mutu input dapat
diukur dari tingkat kesiapan input. Makin tinggi kesiapan input, makin tinggi
mutu input tersebut.
Proses pendidikan adalah mengubah sesuatu menjadi sesuatu
yang lain. Sesuatu yang berpengaruh terhadap berlangsungnya proses disebut
input, sedang sesuatu dari hasil proses disebut output. Dalam pendidikan
berskala mikro (tingkat sekolah), proses yang dimaksud adalah proses
pengambilan keputusan, proses pengelolalaan kelembagaan, proses pengelolaan
program, proses belajar mengajar, dan proses monitoring dan evaluasi.
Dalam hal ini peranan kepala madrasah sebagai komponen
yang sangat krusial dalam sebuah satuan pendidikan sangat menentukan terhadap
keberhasilan dan keberlangsungan madrasah yang dikelolanya dan mutu manajemen
madarsah ada di tangannya. Kepala madrasah sebagai figurehead harus
menjadikannya uswah hasanah bagi para anggota organisasi dalam hal ini
semua komponen yang ada di satuan pendidikan seperti para guru, tenaga
kependidikan, siswa, orang tua dan masyarakat.
Di indonesia perihal penjaminan mutu diatur oleh
peraturan Pemerintah No.19/2005, pasal 91 yaitu: (1) setiap satuan pendidikan
pada jalur formal dan nonformal wajib melakukan penjaminan mutu pendidikan. (2)
penjaminan mutu dimaksud pada ayat 1 bertujuan untuk memenuhi atau melampaui
standar Nasional pendidikan. (3) penjaminan mutu pendidikan dilakukan secara
bertahap, sistematis dan terencana dalam suatu program penjaminan mutu yang
memiliki target dan kerangka waktu yang jelas.
Peningkatan mutu manajemen madrasah bisa dilakukan
manakala kepala madrasah mampu mengubah diri dengan cepat dan mampu berkembang
seiring dengan berbagai tuntutan para stakeholder (Muhaimin dkk:2011).
Oleh karenanya kepala madrasah harus mengetahui berbagai harapan dan kebutuhan stakeholder.
Stakeholder pendidikan seperti otang tua, masyarakat, pemerintah, dan
dunia industri memiliki persepsi yang berbeda tentang mutu. Perbedaan persepsi
ini berimplikasi bagi sekolah atau institusi pendidikan akan perlunya
menetapkan standar mutu sebagai acuan dalam mencapai mutu pendidikan (Fattah:
2012). Pemerintah dalam hal ini telah memberikan regulasi kepada lembaga
pendidikan untuk selalu menyertakan stakeholder dalam seluruh kegiatan
melalui apa yang disebut dengan Komite Madrasah.
Kepala madrasah harus selalu mampu mengidentifikasi
kebutuhan stakeholder nya, namun demikian kepala madrasah terlebih
dahulu harus mampu mengidentifikasi siapa-siapa saja yang menjadi stakeholder
nya bahkan lebih jauh menentukan stakeholder yang potensial. Hal ini
dikarenakan tidak semua organisasi dalam hal ini madrasah memiliki
produk/layanan yang dapat atau cocok diperuntukkan bagi semua orang. Oleh
karena itu, setiap madrasah dalam hal ini kepala madrasah harus mengetahui
sasaran utama dari produk/layanan yang diberikannya.
Setelah menentukan stakeholder yang potensial,
kepala madrasah menganalisis harapan dan kebutuhan stakeholder. Dari
hasil analisis tersebut kemudian dijadikan sebagai bahan utama dalam penyusunan
dan pembuatan visi dan misi madarasah. Dalam penyusunan visi dan misi madrasah
perlu juga memerhatikan berbagai hal yang berkaitan dengan kondisi mikro dan
makro lembaga. Untuk itulah perlu melakukan analisis untuk mengetahui berbagai
tantangan dan peluang dari lembaga pendidikan yang terjadi di masa-masa yang
akan datang dengan menggunakan metode analisis SWOT (strenghts, weaknesses,
opportunities and threats). hasil analisis tersebut digunakan untuk
mengembangkan visi dan misi marasah. Kebijakan tentang apa yang dilakukan
lembaga pada misi dan misi masih sangat global, sehingga sulit untuk
dioperasionalkan dalam kegiatan madrasah sehari-hari. Karena rumusan misi dapat
diinterpretasikan berbeda-beda oleh berbagai komponen sekolah, maka madrasah
perlu membuat tujuan strategis.
Tujuan strategis merupakan upaya madrasah untuk menata
berbagai prioritas yang harus dikerjakan dalam mencapai visi yang telah
dicanangkan. Dengan ditatanya berbagai prioritas tersebut akan memudahkan
seluruh komponen organisasi madrasah dalam mengimplementasikannya pada kegiatan
sehari-hari. Setelah ditentukan tujuan strategis, kemudian madrasah dalam hal
ini kepala madrasah dituntut untuk memformulasikan strategi lembaga untuk
mencapai tujuan tersebut. Tujuan strategis berkaitan dengan pertanyaan hal-hal
apa saja yang harus dikerjakan oleh madrasah untuk mencapai visinya termasuk
prioritas (urutan) yang harus dikerjakan. Sedangkan strategi lembaga adalah
kaitannya dengan bagaimana upaya lembaga dalam mengerjakan berbagai prioritas
tersebut.
Berdasarkan pada formulasi strategi lembaga yang
dikembangkan oleh madrasah, kemudian madarsah mulai memiliki gambaran yang
lebih jelas tentang apa yang akan dikerjakan dalam upaya mencapai visi lembaga.
Maka perlu dibuat suatu rencana menyeluruh pada masing-masing bidang di
madrasah. Rencana yang dikembangkan kemudian dijadikan dalam program kerja dan
aktivitas-aktivitas pelaksanaan pada masing-masing unit/bagian. Dengan adanya
program kerja, maka jadwal kegiatan setiap unit/bagian akan dapat diketahui,
termasuk anggaran yang dibutuhkan untuk menyelesaikan program-program tersebut.
Untuk itulah sebabnya perlu disertakan berbagai sasaran yang ingin dicapa oleh
masing-masing unit/bagian dengan terlaksananya program tersebut. Kemudian agar
semua orang sepakat dengan ukuran keberhasilan yang dicapai oleh suatu program,
maka harus disepakati teknik analisis yang digunakan untuk menganalisis
keberhasilan program tersebut.
Keseluruhan tahapan teknis perencanaan manajemen di
madrasah dapat berjalan di tempat atau bahkan tidak berjalan sama sekali jika
berbagai kondisi penting dala lembaga belum terbentuk dengan baik. Kondisi
tersebut meliputi: (1) kepemimpinan madrasah, dan (2) budaya madrasah. Dengan
kepemimpinan dan budaya yang baik, maka pemimpin dapat mengelola perubahan yang
akan dialaminya dan resiko yang akan ditanggung sebagai akibat dari perubahan
tersebut. Dan pengelolaan tersebut harus sejalan dengan apa yang telah
ditetapkan oleh pemerintah melalui PP. No 19 Tahun 2003 tentang Standar
Nasional Pendidikan yang meliputi: (1) standar isi (2) Standar Proses (3)
standar kompetensi lulusan (4) standar pendidik dan tenaga kependidikan (5)
standar sarana dan prasarana (6) standar pengelolaan pembiyaan dan (8) standar
penilaian pendidikan
Di sinilah peranan penting seorang kepala madrasah
sebagai seorang manajer, dan administrator dibutuhkan untuk memastikan bahwa
seluruh tahapan dan rencana yang sudah dicanangkan dapat terwujud, sehingga
tujuan dan sasaran lembaga pendidikan tersebut dapat tercapai dengan baik,
karena inti dari kegiatan manajemen pendidikan di madrasah adalah pembuatan
keputusan untuk meningkatkan mutu kinerja Madrasah (Danim: 2008)
D. KESIMPULAN
Di tengah
tantangan zaman yang begitu cepat dengan era globalisasi, dimana setiap insan
dituntut untuk menguasai IMTAQ dan IPTEK di segala bidang,
Madrasah yang merupakan salah satu lembaga pendidikan tertua di Indonesia,
harus mampu berkiprah dan berperan penuh dalam meningkatkan kwalitas pendidikan
di Indonesia khususnya di sekolah-sekolah yang berciri khas Islam. Madrasah
harus terus berbenah diri dengan terus meningkatkan mutu manajemen madrasah di berbagai
bidang. Manajemen yang baik mutlak diperlukan guna meningkatkan mutu/kwalitas
pendidikan yang ada madrasah.
Salah satu
komponen terpenting yang ada di madrasah adalah Kepala Madrasah yang mempunyai
posisi strategis dalam peningkatan mutu manajemen madrasah. Kepala madrasah
harus mampu memberdayakan dirinya sesuai dengan tugas dan pokok (tupoksi) nya
sebagai kepala madrasah yang mempunyai peranan yang krusial. Sehingga target dan
sasaran bisa tercapai sesuai dengan apa yang diingin oleh stakeholder
dan masyarakat khususnya dan pemerintah pada umumnya.
Kepala madrasah
mempunyai otoritas penuh dalam pengelolaan madrasah, maka ia harus mampu
mengelola pendidikan yang ada dengan sebaik-baiknya yang didasarkan atas
peruraturan pemerintah Nomor 19 Tahun 2003 tentang Standar Nasional Pendidikan yang meliputi: (1)
standar isi (2) Standar Proses (3) standar kompetensi lulusan (4) standar
pendidik dan tenaga kependidikan (5) standar sarana dan prasarana (6) standar
pengelolaan pembiyaan dan (8) standar penilaian pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Danim, Sudarwan. (2008). Visi Baru Manajemen
Sekolah: dari unit birokrasi ke lembaga akademik. Jakarta: Bumi Aksara.
Djumhur dan Danasuparta. (1981). Sejarah
pendidikan. Bandung: CV. Ilmu.
Fattah, Nanang. (2001). Landasan manajemen
Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Fattah, Nanang. (2012). Sistem Penjaminan
Mutu Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Firdaus, Erwin. (2013). Menjadi Kepala
Sekolah Berprestasi: Buku Panduan Praktis bagi Calon dan Kepala Sekolah.
Bandung: Planet Edukasi.
Muhaimin dkk. (2011). Manajemen Pendidikan:
Aplikasi dalam penyusunan rencana pengembangan sekolah/madrasah. Jakarta: Kencana
Prenada Group.
Nata, Abudin. (2010). Manajemen Pendidikan:
mengatasi kelemahan pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada
Group.
Syafarudin. (2010). Kepemimpinan
Pendidikan: Akuntabilitas Pimpinan Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah.
Jakarta: Ciputat Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar